Mengenal Kota Tua Timbuktu

Bagikan :

Sumber: Republika.com

Sejarah Timbuktu

Timbuktu adalah sebuah kota yang terletak di Mali, Afrika Barat. Kota ini berada di Gurun Sahara dan sempat menjadi pusat penyebaran Agama Islam di Afrika pada abad ke-15 dan 16. Kota ini juga menjadi lokasi berdirinya Universitas Sankore dan terdapat sekitar 200 madrasah yang dibangun dari dana wakaf seorang wanita asal Mandika yang kaya raya. Kota ini dihuni oleh suku Songhay, Tuareg, Fulani, dan Moor. Kota ini sering kali dibilang terletak di Sungai Niger, namun sebenarnya terletak di 15 Km utara sungai tersebut. Kota ini juga berada di daerah persimpangan dari Perdagangan Trans-Sahara baik dari barat ke timur, sampai utara ke selatan. Kota ini sejak dahulu hingga saat ini, merupakan tempat penyaluran garam dari Taoudenni. Letak geografisnya membuatnya menjadi tempat pertemuan bagi populasi Afrika di sekitarnya dan suku Berber yang nomaden dan orang Arab dari utara.

Cikal bakal berdirinya Universitas Sankore

Cikal bakal berdirinya Universitas Sankore (989) diawali dengan berdirinya Masjid Sankore atas perintah kepala hakim Timbuktu bernama Al Qadi Aqib bin Muhammad bin Umar. Masjid ini dijadikan madrasah yang pertama disana, tempat pertukaran ilmu yang terjadi antara penggiat ilmu pengetahuan. Pada masa pimpinan Mansa Musa (1307 – 1332 M) dan Dinasti Askia (1493 – 1591 M), Sankore menjadi pusat pengetahuan ilmu agama dan sains. Kini, Universitas Sankore menjadi sebuah lembaga pendidikan penting dan intelektual terbesar khususnya bagi warga Mali, Ghana, dan Songhay.

Dahulu terdapat tiga buah masjid besar yaitu Masjid Djinguereber, Sankore, dan Sidi Yahia. Ketiganya menandai kejayaan Islam pada masa itu. Masjid Djinguereber dan Sankore keduanya dibangun pada masa pemerintahan Sultan Kankan Moussa pada awal abad ke-14. Sedangkan Masjid Sidi Yahia dibangun pada tahun 1400. Ketiga masjid tersebut kemudian direstorasi dan diperluas pada awal abad ke-16 oleh Imam Al Aqib, Qadi of Timbuktu. Yang menjadi khas bangunnan ini adalah menara di tengah Masjid Djinguereber yang menjadi landmark dan pusat Kota Timbuktu.

Yang menjadikan bangunan ini unik, bangungan masjid terbuat dari lumpur yang dipadatkan, kecuali menaranya yang dibuat dari batu kapur dan dibungkus lumpur. Bentuknya menaranya pun juga unik, menara utamanya tidak berbentuk dome bulat layaknya masjid pada umumnya, tetapi berbentuk segitiga dengan ornamen seperti duri-duri di sekitarnya. Masjid-masjid ini dikelilingi tembok dan memiliki halaman yang kosong. Beda dengan masjid yang biasa memiliki hiasan kaligrafi Arab, pada masjid ini tidak ada lukisan warna-warni menghiasi masjid. Hanya terdapat beberapa elemen berbentuk bulan dan bintang dari besi yang menghiasi pintu-pintu masjid.

Restorasi masjid yang dilakukan untuk mempertahankan ketiga masjid ini. Fondasi dan dinding masjid diperkuat dengan batu dan kayu, yang dibalut lagi dengan lumpur. Kota Timbuktu ini juga masuk sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO pada tahun 1988. Selain masjid juga terdapat bangungan bersejarah lainnya, seperti pekuburan kuno dan mausoleum. Mausoleum tertua adalah untuk Sheikh Abdul Kassim Attouaty, yang meninggal tahun 1529. Namun yang memprihatinkan adalah peperangan dan kemiskinan telah mengancam keberadaan kota ini. Bahkan beberapa bangunan bersejarah seperti mausoleum juga dihancurkan.

Mari kita bersama mendukung gerakan wakaf untuk membesarkan umat dengan wakaf produktif. Mulai dari 20 ribu rupiah Sobat Derma Baitulmaal Muamalat bisa berwakaf melalui rekening:

Bank Muamalat 3400.999.999
Bank Syariah Indonesia 716.0222.225

An. Baitulmaal Muamalat/ BMM Wakaf

Lengkapi amalan dengan berwakaf secara online lewat Ayowakaf. Caranya, klik gambar di bawah ini!

cara pengelolaan wakaf