Ini Cara Singapura Mengelola Wakaf, Apa Yang Bisa Kita Pelajari?

Bagikan :

Dalam pandangan ekonomi Islam, harta benda tidak boleh dibiarkan terlantar atau tidak dimanfaatkan (Daud Ali, 1988:20), namun harus digunakan untuk semua hal yang bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Semua hal seperti wakaf harus dikelola dan dibudidayakan dengan baik, seperti apakah cara pengelolaan wakaf dengan baik?

 

Ketentuan yang mengatur bahwa tanah harus dimanfaatkan atau tidak boleh ditelantarkan, berlaku juga terhadap tanah wakaf yang harus dimanfaatkan, dikelola dan dikembangkan sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya (UU No 41 tahun 2004). Bahkan wakif akan terus menerima pahala selama tanah yang telah diwakafkannya itu dimanfaatkan untuk kepentingan mauqūf ‘alaih.

 

Dengan demikian, harta benda wakaf merupakan bagian dari sumber daya ekonomi yang harus dikelola dan dikembangkan secara produktif agar menghasilkan keuntungan untuk diberikan kepada mauqūf ‘alaih dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi mereka. Selain untuk tujuan produktif, wakaf juga dapat digunakan untuk menyediakan fasilitas sosial berupa pemberian pelayanan kepada masyarakat, seperti masjid atau sekolah.

 

Dengan demikian, wakaf juga harus dikelola dengan pendekatan bisnis yakni suatu usaha yang berorientasi pada keuntungan dan keuntungan tersebut disedekahkan kepada para pihak yang berhak menerimanya. Artinya, penggunaan tanah wakaf tidak terbatas hanya untuk keperluan kegiatan-kegiatan tertentu saja berdasarkan orientasi konvensional, seperti pendidikan, masjid, rumah sakit, panti asuhan dan lain-lain. Tetapi tanah wakaf dalam pengertian makro dapat pula dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi, seperti pertanian termasuk “mixed farm” atau pertanian dan peternakan, industri, pertambangan, realestate, office-building, hotel, restoran dan lain-lain.

 

source : freepik.com

Bagaimana Singapura Mengelola Wakaf, Apa yang Bisa Kita Pelajari?

 

Siapa tak kenal negeri berlambang singa yang berbatasan langsung dengan Indonesia ini? Ya, Singapura. Selain dikenal dengan tata kelola negaranya yang modern dan maju, ternyata Singapura juga berkiprah dalam pengelolaan aset wakaf produktif. Yuk, simak artikel berikut ini bagaimana cara pengelolaan wakaf di Singapura!

 

Wakaf pertama kali muncul di Singapura pada tahun 1820. Adalah Syed Omar Sharif Ali bin Al Junied, seorang pedagang keturunan Yaman yang memeloporinya. Ia mewakafkan lahan miliknya untuk dijadikan masjid pertama di Singapura, Masjid Omar Kampong Melaka. Masjid ini terletak di Keng Cheow Street, sebuah distrik pusat bisnis di Singapura.

 

Masjid ini merupakan masjid pertama sekaligus tempat ibadah pertama yang dibangun di Singapura. Masjid yang berada ditengahtengah pemukiman Cina ini sekarang memiliki kapasitas 1.000 orang jamaah, yang kebanyakan adalah pekerja kantor dari pusat kota terdekat.

Sebagai filantropis, kontribusi beliau tidak hanya tercatat sebagai orang yang membangun Masjid Kampong Malaka saja, beliau juga berkontribusi besar dalam pembangunan masjid di Bencoolen Street. Pembuatan sumur dekat Fort Canning untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat sekitar.

Beliau juga mewakafkan sebidang tanah untuk tempat pemakaman di daerah Victoria Street.

Selanjutnya, pada tahun 1857 beliau mewakafkan tanah dan ikut membangun Rumah Sakit Tan Tock Seng yang berada di Victoria Street dan Arab Street. Begitu juga dengan tanah dimana Katedral St Andrew berdiri merupakan tanah wakaf yang juga disumbangkan oleh-nya.

Keberlanjutan praktek wakaf dan perkembangan wakaf di Singapura menjadi penting ketika memasuki abad ke-19, banyak lahan-lahan wakaf baru yang berasal dari wakaf para pedagang yang datang dari Yaman dengan membawa tradisi wakaf mereka dari tanah kelahirannya.

Aset-aset wakaf tersebut kemudian dikembangkan menjadi lebih produktif oleh Warees Investment Pte Ltd. Warees merupakan perusahaan manajemen aset wakaf dibentuk oleh MUIS (Majlis Ugama Islam Singapura) pada tanggal 26 September 2001.

Warees berperan melaksanakan fungsi komersial dalam mengelola dan mengembangkan aset wakaf, merevitalisasi aset wakaf yang tidak produktif agar menjadi aset wakaf produktif atau bernilai komersial.

 

Warees berperan melaksanakan fungsi komersial dalam mengelola dan mengembangkan aset wakaf, merevitalisasi aset wakaf yang tidak produktif agar menjadi aset wakaf produktif atau bernilai komersial.

Sebab pada mulanya, sebagian besar aset wakaf di Singapura dikembangkan dalam bentuk yang tidak produktif, seperti untuk masjid dan madrasah. Aset-aset wakaf yang tidak produktif tersebut, oleh Warees direvitalisasi atau direnovasi menjadi aset wakaf produktif.

Para ulama memiliki pendapat yang berbeda tentang mengganti objek wakaf (Istibdal wakaf). Di Singapura sendiri MUIS mengeluarkan fatwa yang isinya istibdal diperbolehkan untuk mengamankan aset wakaf yang terbengkalai. Tentunya ini mempertimbangkan berbagai mudharat dan maslahat dari apa yang dilakukan.

 

Misalnya, wakaf Red House dari Sheriffa Zain Alsharoff Alsagoff, anak dari Syed Mohamad Alsagoff dan istrinya yang bernama Sharifah Alaweah turut direvitalisasi oleh Warees. Yang awalnya terdapat 6 properti pada kompleks redhouse yaitu 5 toko dan 1 bangunan ikonik redhouse. Melalui skema Warees, kompleks ini dikembangkan menjadi 42 unit residensial, 5 toko, 1 bakery, dan 1 open gallery.

Dilansir republika.co.id, dari jumlah 156 aset wakaf yang ada di Singapura dengan nilai S$769 juta, Warees mengelola sebanyak 85 aset wakaf, sisanya sebanyak 71 aset wakaf dikelola oleh mutawalli (nazhir).

Setiap tahun, hasil bersih yang diperoleh dari pengelolaan aset wakaf disalurkan kepada penerima manfaat wakaf (maukuf alaih), seperti masjid, madrasah, lembaga sosial, fakir miskin, dan layanan pemakaman.

Penyalurannya bahkan hingga ke luar negeri. Sebagai contoh tahun 2014 telah disalurkan untuk penerima manfaat wakaf sebanyak S$2.823.223. Dari jumlah tersebut, sebanyak S$355.021 disalurkan ke luar negeri.

 

Cara Pengelolaan Wakaf Di Singapura

 

Ada beberapa hal yg menjadi kunci sukses Warees dalam pengelolaan wakaf produktif tersebut. Pertama, adanya profesionalisme. Dengan dibentuknya Warees, MUIS ingin aset wakaf dikelola secara profesional oleh satu lembaga. Warees bisa fokus untuk menghasilkan pendapatan yang sebesar-besarnya dari properti wakaf, sedangkan MUIS juga bisa fokus untuk fungsi regulasi dan pengawasan.

 

Kedua, adanya fatwa tentang Istibdal wakaf. Mengganti aset wakaf. Land acquisition Act di Singapura memberikan wewenang pada pemerintah setempat untuk menyita aset-aset yang tidak produktif. Atas kekhawatiran inilah, MUIS membentuk warees dan juga mengeluarkan fatwa istibdal wakaf untuk mengamankan aset-aset wakaf yang tidak terkelola dengan baik. Fatwa yang tidak populer bagi negara yang mayoritas bermadzhab syafi’i. Tapi nyatanya tetap ditempuh oleh MUIS dengan mempertimbangkan mudharat dan maslahah atas apa yang dilakukan.

 

Aset-aset wakaf yg kecil, kumuh dan tidak ada nadzir yang mau dan mampu untuk mengelola, diambil alih oleh MUIS. Aset wakaf tersebut kemudian diganti dengan aset wakaf yang baru. Ada dua cara untuk melakukan istibdal wakaf. Memperbaharui  atau merelokasi. Adapun memperbaharui bisa dengan cara membongkar bangunan wakaf yang lama dan kemudian membangun properti baru di atas bekas lahan tersebut. Sedangkan merelokasi berarti dengan cara menjual aset wakaf lama yang dinilai tidak produktif dan prospektif. Dari hasil penjualan tersebut nantinya dibelikan aset wakaf baru di tempat yang lain.

 

Lengkapi amalan dengan berwakaf secara online lewat Ayowakaf. Caranya, klik gambar di bawah ini!

cara pengelolaan wakaf