Sebelum tahun 1967, di kampung Jogokariyan belum ada Masjid. Kegiatan keagamaan dan dakwah berpusat di sebuah langgar kecil berukuran 3 x 4 meter. Banyak penduduk yang berasal dari kalangan “ABANGAN” yang sangat memegang “Tradisi Kejawen” dari pada kultur keislaman. Pada masa HB ke VIII ada perubahan sosial ekonomi yang cukup membuat syok warga. Alhasil kampung Jogokariyan mulai berubah menjadi kampung batik dan tenun, para penerus Abdi Dalem prajurit terpaksa harus bisa menyesuaikan diri. Kesenjangan sosial ekonomi itulah kemudian dimanfaatkan oleh PKI hingga muncul G30S PKI 1965, banyak warga yang diciduk sebagai tahanan politik. Dalam masa kritis tersebut kemudian dibangun Masjid Jogokariyan sebagai perekat masyrakat Jogokariyan yang berkultur Islam. Masjid ini menjadi salah satu agen perubahan, yang semula masyarakat “ABANGAN” komunis kini menjadi masyarakat masyarakat Islami melalui dakwah berbasis Masjid.
Sumber: Salsa Wisata.com
Nama “Masjid Jogokariyan” dipilih oleh para pendiri dan perintis dakwah karena beberapa alasann. Alasan pertama ialah berpegang pada Sunnah Rasulullah SAW, ketika memberi nama pada masjid, hal yang Beliau lakukan adalah membubuhkan nama kampung atau lokasi keberadaan masjid tersebut. Misalnya, Masjid Kuba di Madinah yang berada di Kampung Kuba. Demikian halnya dengan Masjid Bani Salamah yang berada di Kampung Bani Salamah. Bahkan, akibat adanya peralihan arah kiblat, masjid tersebut juga berganti nama menjadi Masjid Kiblatain. Alasan kedua, diharapkan masyarakat menjadi lebih mudah menemukan lokasi atau keberadaan masjid tersebut. Alasan ketiga, diyakini dengan nama tersebut akan mampu merekatkan dan mempersatukan masyarakat Jogokariyan yang sebelumnya terpecah belah karena perbedaan aliran dan gerakan politik.
Proses pembangunan Masjid Jogokariyan tidak terlepas dari kontribusi para pengrajin batik dan tenun setempat yang membeli tanah wakaf seluas 600 m2 untuk didirikan Masjid Jogokariyan. Pada waktu itu, para panitia pembangunan masjid berpikir bahwa masjid tersebut akan lebih baik apabila dibangun di tempat yang strategis, tepatnya di perempatan yang ada di tengah-tengah Kampung Jogokariyan. Namun, tanah strategis itu ternyata dimiliki oleh seorang warga. Setelah melalui beberapa kali diskusi, pemilik tanah akhirnya bersedia menukar tanah miliknya dengan masjid. Masjid ini terus mengalami perkembangan hingga kemudian didirikan Islamic Center Jogokariyan. Islamic Center tersebut terdiri dari tiga lantai dimana di lantai ke-3 terdapat 11 kamar penginapan dan di lantai ke-2 terdapat meeting room yang digunakan sebagai badan usaha masjid. Hal itu dilakukan oleh ta’mir dalam rangka menjadikan Masjid Jogokariyan sebagai masjid yang mandiri secara finansial.
Masjid ini memiliki beberapa kegiatan rutin diantaranya, TPA rutin untuk anak-anak, tadarus rutin remaja, kajian rutin, dan kegiatan rutin ramadhan. Selain itu, Masjid ini juga memiliki lembaga baitul maal, klinik kesehatan gratis, penginapan, wedding organizer dan pariwisata. Masjid ini menyediakan sejumlah fasilitas yang dapat diakses oleh semua masyarakat meliputi, ruang ibadah dua lantai, serambi masjid, aula masjid, kamar singgah untuk musyafir, toilet umum, dan lahan parkir.
Pada tahun 2004 terdapat sebuah trobosan program baru agar para jamaah lebih meramaikan masjid yaitu dengan membuat undangan cetak layaknya pernikahan. Semua undangan ditulis dengan daftar nama jamaan. Isi undangan itu persis berbunyi “Mengharap kehadiran Bapak/Ibu/Saudara ….” dalam acara Shalat Subuh Berjama’ah, besok pukul 04.15 WIB di Masjid Jogokariya. Semua undangan juga dilengkapi dengan hadits-hadits keutamaan shalat subuh. Melalui terobosan program undangan cetak ini, Masjid Jogokariyan bisa meningkatkan jumlah jamaah secara signifikan, hal ini dilihat ketika jumlah jamaah Sholat Subuh mencapai sepertiga jumlah jamaah solat Jum’at.
Masjid Jogokariyan memiliki beberapa program unggulan yang mendukung perkembangan jamaah masjid, diantaranya pemetaan jamaah, gerakan sisa infak nol rupiah, gerakan jamaah mandiri, skenario planning, dan shodaqoh ATM Beras. Ta’mir dan pengurus Masjid Jogokariyan memiliki peta dakwah yang jelas, wilayah dakwah yang nyata, dan jama’ah yang terdata. Masjid Jogokariyan menginisiasi sensus masjid yang ditujukan untuk mengetahui data-data jama’ah secara detail, mencakup potensi dan kebutuhan, peluang dan tantangan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, serta kekuatan dan kelemahan. Pendataan itu dimaksudkan sebagai database dan peta dakwah agar kegiatan masjid bisa lebih komprehensif. Sebangai contoh di dalam peta tergambar beberapa simbol seperti Ka’bah (bagi penduduk yang telah berhaji), unta (bagi yang telah berqurban), koin (bagi yang telah berzakat), peci, dan lain-lain. Peta tersebut juga disimbolkan dengan berbagai warna yang berwarna-warni seperti hijau, hijau muda, kuning, dan seterusnya.
Sementara itu, data-data mengenai potensi tadi dipergunakan oleh Masjid Jogokariyan untuk berbagai keperluan. Masjid Jogoakriyan sengaja tidak membuat unit usaha sendiri di sekitar masjid. Hal itu dimaksudkan untuk tidak menyakiti hati jamaah yang memiliki usaha serupa. Sebagai gantinya, Masjid Jogokariyan selalu memberdayakan warga yang tinggal di sekitar masjid untuk berbagai macam kegiatan. Sebagai misal, setiap minggu, Masjid Jogokariyan selalu menerima ratusan tamu. Untuk keperluan konsumsi, ta’mir masjid memesankannya pada jamaah yang memiliki usaha rumah makan atau catering.
Infak nol rupiah diartikan bahwa masjid Jogokariyan berupaya agar saldo infak yang diberikan jamaah habis setiap pekan alias nol rupiah, kecuali apabila ada perencanaan pembangunan atau renovasi tertentu. Para pengurus berpendapat bahwa infak jamaah bukan seharusnya disimpan di dalam rekening, melainkan harus dipergunakan untuk memaslahatan umat agar dapat memiliki nilai guna. Pemanfaatan uang infak pun bermacam-macam, selain untuk operasional masjid, juga digunakan untuk kebutuhan mendesak jamaah atau warga yang tinggal di sekitar masjid. Sebagai misal, apabila ada jamaah yang anaknya perlu membayar uang sekolah, berobat ke rumah sakit, dan lain-lain. Menurut mereka, sangat tidak etis ketika saldo rekening bank masjid menumpuk tetapi di sekeliling mereka masih banyak warga yang mersakan kesulitan hidup. Dengan begitu, jamaah akan lebih semangat mengamanahkan hartanya.
Gerakan Jamaah Mandiri diinisasi oleh Masjid Jogokariyan yang bertujuan untuk menghitung jumlah infak ideal yang perlu dibayarkan oleh jamaah. Setiap jamaah akan diberi tahu jumlah uang infaknya tiap pekan, apabila jumlah yang ditentukan sesuai dengan jumlah yang diinfakan, maka jamaah tersebut disebut sebagai jamaah mandiri. Apabila uang infaknya lebih, mereka disebut sebagai jamaah pensubsidi, sedangkan apabila uang infaknya kurang, mereka akan disebut sebagai jamaah disubsidi. Metode semacam itu mampu membuat nominal infak yang diterima oleh Masjid Jogokariyan meningkat sebesar 400% setiap minggu. Ta’mir masjid pun akan memberikan laporan transparan terkait alur pemasukan dan pengeluaran dana, sehingga jamaah akan merasa senang berinfak sekali pun tidak diminta. Hal itu diharapkan oleh ta’mir sebagai upaya agar ketika akan melakukan renovasi masjid, mereka tidak perlu membebani jamaah dengan proposal.
Skenario planning adalah strategi dakwah yang terencana dengan tema-tema tertentu setiap periodenya. Sebagai misal, pada periode 2000-2005, strategi dakwah Masjid Jogokariyan bertekad untuk mengubah tradisi kaum abangan di Kampung Jogokariyan menjadi islami murni. Hal itu dimaksudkan karena sebagian besar penduduk Kampung Jogokariyan adalah bekas abdi dalem keraton yang mempraktikan ajaran Islam dengan kultur Jawa. Masjid Jogokariyan juga mengajak anak-anak muda yang gemar bermabuk-mabukan di jalan untuk diarahkan ke masjid. Ta’mir terutama, menjadikan mereka sebagai petugas keamanan masjid. Selain itu, Masjid Jogokariyan juga mengajak anak-anak kecil untuk beraktivitas di lingkungan masjid. Hal itu dimaksudkan agar anak-anak memiliki kecintaan kepada masjid dan hati mereka selalu terpaut kepada masjid. Lebih jauh lagi, di periode tersebut, Masjid Jogokariyan mulai gencar untuk mengajak warga yang tinggal di sekitar masjid untuk shalat berjamaah di masjid.
Pada period tahun 2005-2010, Masjid Jogokariyan merilis program bernama Jogokariyan Darusalam I yang bertujuan untuk membiasakan masyarakat berkomunitas di masjid. Berkat program tersebut, jama’ah shalat subuh meningkat sebanyak 50% atau sebanyak 10 shaff dari jama’ah shalat Jumat. Pada periode tersebut, Masjid Jogokariyan juga berkonsentrasi untuk menyejahterakan jama’ah melalui kegiatan-kegiatan tertentu, seperti lumbung masjid, memperbanyak pelayanan, membuka poliklinik, memberi bantuan beasiswa, memberikan layanan modal bantuan usaha, dan lain-lain.
Mari kita bersama mendukung gerakan wakaf untuk membesarkan umat dengan wakaf produktif. Mulai dari 20 ribu rupiah Sobat Derma Baitulmaal Muamalat bisa berwakaf melalui rekening:
Bank Muamalat 3400.999.999
Bank Syariah Indonesia 716.0222.225
An. Baitulmaal Muamalat/ BMM Wakaf
Sumber:
- Masjidjogokariyan.com
- http://krapyak.org
- http://www.muhammadiyah.or.id
- Ahmad AN. 2017. Masjid Membangun Umat: Sejarah Masjid Jogoakriyan Di Yogyakarta. [Skripsi]. Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada.
- Hidayat WP dan Puji Lestari. 2014. Strategi Pengembangan Jama’ah Masjid Jogokariyan Yogyakarta Sejak 2003-2013.
- http://digilib.uinsby.ac.id/19076/7/Bab%204.pdf
- http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/5383/G.%20Bab%20III.pdf?sequence=7&isAllowed=y
- Prasetya Andi. 2014. Optimalisasi Fungsi Masjid Sebagai Ruang Publik “Study Tentang Peran Pengelola dan Transformasi Ruang Publik di Masjid Jogokariyan. Skripsi. Program Studi Sosiologi Universitas Gadjah Mada.
- Arwani M. 2017. Strategi Dakwah Takmir Masjid Jogokariyan Yogyakarta dalam Meningkatkan Shalat Subuh Berjamaah. Skripsi. Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Institut Agama Islam Negeri Surakarta.
- Sumardianto E. 2017. Manajemen strategis Masjid Jogokariyan Yogyakarta. PhD. [Thesis]. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
- Repository.umy.ac.id
Lengkapi amalan dengan berwakaf secara online lewat Ayowakaf. Caranya, klik gambar di bawah ini!