Berwakaf Di Waktu Lapang Maupun Sempit

Bagikan :

Saat orang dalam keadaan kaya lalu ia rajin menyisihkan sebagian hartanya di jalan Allah, itu adalah hal yang biasa. Di kala rezeki sedang melimpah lalu ia beramal dengan Sebagian hartanya, bukan hal yang istimewa. Karena orang kaya memang selayaknya membelanjakan hartanya untuk membantu sesama atau dibelanjakan untuk membangun pesantren atau masjid yang dapat memberikan kebaikan terus mengalir. Mereka sedang diberikan kelebihan rezeki sudah sewajarnya menggalakkan sedekah jariyah. Tapi bagaimana jika bersedekah atau berwakaf di saat dalam kesempitan atau kesusahan? Yuk simak penjelasannya :

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134)

Ada tiga sifat mulia yang hendaknya dimiliki setiap muslim dari ayat di atas salah satunya adalah rajin beramal harta baik di waktu lapang maupun sempit.

Kata Ibnul Jauzi rahimahullah dalam Zaad Al-Masiir (1: 460), Ibnu ‘Abbas berkata bahwa mereka berinfak baik dalam keadaan susah maupun lapang. Sedangkan maksud ayat adalah mereka tetap bersedekah dan tidak lupa untuk bersedekah saat dalam keadaan lapang. Ketika susah pun, mereka tetap bersedekah. Artinya, lepas dari mereka sifat pelit.

Kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah, “Saat sulit tetap sedekah, saat lapang juga bersedekah. Jika berada dalam keadaan lapang, ia perbanyak sedekahnya. Jika dalam keadaan sulit, ia tetap berbuat baik walau sedikit.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hlm. 148)

Dalam ayat lainnya disebutkan mengenai balasan dari orang yang rajin sedekah,

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 274)

Ada motivasi untuk beramal harta dalam keadaan sehat yaitu disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ada seseorang yang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا قَالَ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ ، تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى ، وَلاَ تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلاَنٍ كَذَا ، وَلِفُلاَنٍ كَذَا ، وَقَدْ كَانَ لِفُلاَنٍ

Wahai Rasulullah, sedekah yang mana yang lebih besar pahalanya?” Beliau menjawab, “Engkau bersedekah pada saat kamu masih sehat disertai pelit (sulit mengeluarkan harta), saat kamu takut menjadi fakir, dan saat kamu berangan-angan menjadi kaya. Dan janganlah engkau menunda-nunda sedekah itu hingga apabila nyawamu telah sampai di tenggorokan, kamu baru berkata, “Untuk si fulan sekian dan untuk fulan sekian, dan harta itu sudah menjadi hak si fulan.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 1419 dan Muslim no. 1032).

Al-Qur’an mengapresiasi dua keadaan manusia yang beramal harta secara sukarela; di kala lapang maupun sempit, senang maupun susah, berkemauan maupun tidak berkemauan. Karena ibadah harta yang paling utama justru saat seseorang takut miskin dan berharap kaya. Rasulullah saw bersabda, ketika salah seorang sahabat bertanya tentang infak yang lebih bernilai dan berpahala besar, “Hendaklah engkau berinfak dalam keadaan berat karena khawatir menderita kefakiran, dan engkau sangat mengharapkan kekayaan“. ( HR. Muslim)

Karena bersifat sukarela, maka berwakaf tidak mengenal waktu dan keadaan; kapan saja, berapa saja, dalam keadaan bagaimanapun. Seseorang akan teruji sifat dermawan atau bakhilnya justru dengan ujian ibadah harta yang bersifat sukarela, seperti wakaf, atau infak sedekah yang bersifat umum.

Terlebih akhir ayat menyebut perintah untuk mampu terus bersikap ihsan dalam bab ibadah harta, karena Allah swt sangat mencintai orang-orang yang mampu bersikap ihsan. Ihsan dalam konteks wakaf adalah bagaimana seseorang tetap bersedia berwakaf dengan kepemilikannya yang tidak dibatasi. Saat itulah ia dikategorikan termasuk ‘Muhsinin’. Allahu A’lam Bish Showab

 

 

Lengkapi amalan dengan berwakaf secara online lewat Ayowakaf. Caranya, klik gambar di bawah ini!

beramal - ayo wakaf